Minggu, 10 Juni 2012

CONTOH KASUS HAK CIPTA


Contoh Pelanggaran Hak Cipta – Aspek Hukum dalam Ekonomi (Tulisan)
Contoh pelanggaran Hak Cipta yaitu adanya pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh negara Malaysia. Setelah gagal mengklaim lagu Rasa Sayange, Malaysia mencoba mengklaim kesenian yang lain yaitu kesenian rakyat Jawa Timur: Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia sebagai kesenian mereka. Kesenian Wayang Kulit yang mereka klaim tidak mengubah nama “Reog”, mungkin karena diikuti nama daerah Ponorogo maka namanya diubah menjadi “Tarian Barongan”. Padahal wujud Reog itu bukan naga seperti Barongsai tapi wujud harimau dan burung merak yang sama seperti Reog Ponorogo. Malaysia kesulitan mencari nama baru sehingga memilih yang mudah saja, yaitu Tarian Barongan. Bukan itu saja, kisah dibalik tarian itupun diubah. Hal ini sama seperti ketika Malaysia mengubah lirik lagu Rasa Sayange. Kalau saja mereka menyertakan informasi dari mana asal tarian tersebut maka tidak akan ada yang protes. Padahal apa susahnya mencantumkan nama asli dan bangsa pemiliknya. Seperti yang mereka lakukan pada kesenian Kuda Kepang yang kalau di Indonesia lebih dikenal dengan nama Kuda Lumping. Malaysia mencantumkan nama asal kesenian Kuda Kepang dari Jawa. Kenapa tidak dilakukan pada kesenian yang lain seperti Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Batik, Angklung, Rendang dll.
Sebenarnya ada puluhan budaya yg telah diklaim oleh negara sebelah. Dan berikut ini daftarnya :
1.      Naskah Kuno dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
2.      Naskah Kuno dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
3.      Naskah Kuno dari Sulawesi Selatan oleh Pemerintah Malaysia
4.      Naskah Kuno dari Sulawesi Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
5.      Rendang dari Sumatera Barat oleh Oknum WN Malaysia
6.      Lagu Rasa Sayang Sayange dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
7.      Tari Reog Ponorogo dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
8.      Lagu Soleram dari Riau oleh Pemerintah Malaysia
9.      Lagu Injit-injit Semut dari Jambi oleh Pemerintah Malaysia
10.  Alat Musik Gamelan dari Jawa oleh Pemerintah Malaysia
11.  Tari Kuda Lumping dari Jawa Timur oleh Pemerintah Malaysia
12.  Tari Piring dari Sumatera Barat oleh Pemerintah Malaysia
13.  Lagu Kakak Tua dari Maluku oleh Pemerintah Malaysia
14.  Lagu Anak Kambing Saya dari Nusa Tenggara oleh Pemerintah Malaysia
15.  Motif Batik Parang dari Yogyakarta oleh Pemerintah Malaysia
16.  Badik Tumbuk Lada oleh Pemerintah Malaysia
17.  Musik Indang Sungai Garinggiang dari Sumatera Barat oleh Malaysia
18.  Kain Ulos oleh Malaysia
19.  Alat Musik Angklung oleh Pemerintah Malaysia
20.  Lagu Jali-Jali oleh Pemerintah Malaysia
21.  Tari Pendet dari Bali oleh Pemerintah Malaysia
Malaysia telah melanggar Hak Cipta yaitu menggunakan budaya asli Indonesia dengan mengganti nama, cerita, namun kebudayaan tersebut sesungguhnya berasal dari Indonesia. Pelanggaran Hak Cipta yang telah dilakukan oleh Negara Malaysia dapat dikenakan tindak pidana ataupun perdata. Sebenarnya, hal ini dapat dicegah jika Malaysia mencantumkan nama asli dan bangsa pemilik dari kebudayaan yang dipertunjukkan.
Referensi:
Analisis:
Kalau kita selalu mengikuti berita tentang ulah Malaysia yang terlalu sering membuat masalah dengan pihak Indonesia dengan berbagai masalah yang menimbulkan reaksi keras rakyat Indonesia, maka kesan yang nampak adalah bahwa perbuatan tersebut sepertinya disengaja, terencana, sistematis dan pada masa yang akan datang hal tersebut sepertinya akan terus dilakukan.
Anehnya yang menjadi sasaran khusus dari ulah Malaysia tersebut adalah Indonesia. Tentunya sudah sejak lama pihak Malaysia mengamati adanya berbagai kelemahan pihak Indonesia yang terkait dengan wilayah perbatasan, ekonomi, buruknya kualitas SDM TKI, dan krisis cinta tanah air masyarakat Indonesia membuat Malaysia bertindak semaunya.
Selain itu, sebagaimana penjelasan dari Pasal 12 Undang-undang Hak Cipta Indonesia tahun 2002 yang menetapkan bahwa ciptaan yang termasuk dilindungi oleh hukum Hak Cipta di Indonesia. Menurut kami perlu adanya tindakan yang tegas berupa sanksi dari pemerintah Indonesia terhadap Malaysia. Hal ini dimaksudkan adanya efek jera Malaysia untuk tidak lagi mengklaim ciptaan Indonesia.
Entah pihak mana yang bersalah, namun ketika suatu kebudayaan ataupun kekayaan yang dimiliki oleh pihak Indonesia yang telah diakui oleh negara tetangga, disaat itulah pamor suatu kebudayaan itu secepat kilat naik bak bintang dilangit. Perlunya tingkat kesadaran akan kebudayaan dan kekayaan yang dimiliki oleh negara Indonesia juga seharusnya perlu kita miliki sebagai warga negara yang baik.
Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia, khususnya pemuda. Cintailah produk dalam negeri, baik itu kebudayaan, bahasa, seni dll. Karena atas dasar kecintaan itulah maka kita bisa ikut melestarikan budaya Indonesia. Dan ketegasan pemerintah untuk mempertahankan akan apa yang kita miliki sudah seharusnya semakin diperlihatkan, agar masyarakat Indonesia semakin bersemangat dalam memperjuangkan apa yang telah menjadi hak kita sebenarnya.
Nama              :
1.      Wardah Fauziyah              (28210458)
2.      Muthia Nurul Karina         (24210875)
3.      Dina Aqmarina                  (22210056)
4.      Lestari                               (24210001)
5.      Rizki Rahmatullah             (29210532)
Kelas                : 2EB22
Judul Tugas     : Contoh Kasus Pelanggaran Hak Cipta
Mata Kuliah    : Aspek Hukum dalam Ekonomi

PERLINDUNGAN KONSUMEN


Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
·         Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor.
Atau bisa dikatakan konsumen yaitu beberapa orang yang menjadi pembeli atau pelanggan yang membutuhkan barang untuk mereka gunakan atau mereka konsumsi sebagai kebutuhan hidupnya.
Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Di samping itu, globalisasi dan perdaganan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi dan infomatika telah memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa melintasi batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang, ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam negeri. Kondisi yang demikian pada satu pihak mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan konsumen akan barang dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan dan kemampuan konsumen.
·         Asas & Tujuan Perlindungan Konsumen
Sebelumnya telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1)      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2)      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3)      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4)      Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5)      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6)      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1)      Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2)      Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3)      Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4)      Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5)      Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
·         Hak & Kewajiban Konsumen
Setiap individu memiliki hak dan kewajiban, demikian pula dengan konsumen dan produsen, hak dan kewajiban tersebut diatur oleh Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai hak konsumen dan kewajiban produsen. Hak konsumen diatur dalam pasal 4 UU no.8 tahun 1999, yang isinya:
1)      Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa.
2)      Hak untuk memilih serta mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3)      Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa.
4)      Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/ atau jasa yang digunakan.
5)      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan baik.
6)      Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan.
7)      Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi.
8)      Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan/ atau penggantian apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak dengan sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
9)      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Demi mendapatkan perlindungan yang maksimal, maka sudah menjadi kewajiban konsumen untuk memperhatikan hal berikut ini:
1)      Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan
2)      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
3)      Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4)      Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
·         Hak & Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1)      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2)      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3)      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4)      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5)      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh produsen diatur dalam UU nomor 8 tentang Perlindungan Konsumen pasal 7, yaitu :
1)      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2)      Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa serta memberikan penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
3)      Memperlakukan atau melayani konsumen dengan benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4)      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5)      Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6)      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, dan pemanfaatan barang dan/ jasa yang diperdagangkan.
7)      Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
·         Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
A.      Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
1.      Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan perundang-undangan;
2.      Tidak sesuaidengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3.      Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
4.      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5.      Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
6.      Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7.      Tidak mencantumkan yanggal kedaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertetu;
8.      Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan”halal” yang dicantumkan dalam label;
9.      Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
10.  tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
B.      Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
C.      Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
D.     Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Adapun beberapa ayat mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1)      Pasal 8
Pelaku usaha dilarang menawarkan jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan keterangan, iklan atau promosi atas penawaran jasa tersebut. Tidak membuat perjanjian atas pengikatan jasa tersebut dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2)      Pasal 9
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
3)      Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan mengenai: Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa.
4)      Pasal 13
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikannya.
5)      Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
(1)   tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
(2)   mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;

Minggu, 03 Juni 2012

CONTOH KASUS HUKUM DAGANG

Contoh Kasus Hukum Dagang
Walaupun pelanggaran atas merk tersebut merupakan delik aduan dan sampai waktu yang cukup lama pemilik dari perusahaan GUCCI yang asli belum melakukan penuntutan, pemalsuan merk yang dilakukan Pak Dodi tersebut harus dihentikan. Seharusnya Pak Dodi berkreasi membuat merek sendiri dan kemudiaan menggunakannya untuk produk yang mereka hasilkan. Dalam pembuatan atau pemberian merek tentunya Pak Dodi harus mengikuti aturan, tidak sembarang menggunakan merek. Merek tidak dapat didaftar apabila Merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: • bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; • tidak memiliki daya pembeda • telah menjadi milik umum • merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan Masalah yang timbul dalam kasus telaah topik 12 mengenai Hukum Dagang yaitu Pak Dodi yang menggunakan merek terdaftar milik orang lain tanpa izin dan mencantumkannya dalam barang produksinya. Lebih jelas Pak Dodi menggunakan merek GUCCI pada produk usaha tas dan sepatunya, padahal seperti yang telah diketahui mayarakat umum bahwa GUCCI adalah merek ternama yang sudah terdaftar dan memproduksi barang-barang dari kuit hewan (tas, sepatu). Dari masalah tersebut Pak Dodi sudah jelas melanggar Pasal 90 Undang-undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa pemberian merek terhadap barang produksi dengan memperhatikan norma dn hukum yang berlaku sangatlah penting

http://h3r1y4d1.wordpress.com/2011/11/11/240/